"Selain itu, mereka juga menyampaikan ancaman berupa adanya risiko drop out dari kampus bila korban terus melanjutkan laporan," ujarnya.
Staf Divisi Hukum KontraS, Abimanyu Septiadji, menambahkan rangkaian tindakan intimidasi ini menimbulkan rasa trauma mendalam bagi korban dan keluarganya.
Baca Juga:
Sidang Insiden Polisi Tembak Polisi, JPU Tuntut Terdakwa Dijerat Pasal Pembunuhan
Menurutnya, rentetan aksi teror tersebut merupakan bentuk desakan untuk menyelesaikan peristiwa pidana melalui jalan damai atau kekeluargaan.
"Jalan penyelesaian semacam ini tentu hanya akan menciptakan impunitas dan membuat pelaku bebas dari jerat pertanggungjawaban hukum," tandasnya.
Ia mengaku fenomena seperti ini dalam kasus pidana yang melibatkan aparat kepolisian sebagai aktor pelaku kejahatan, sering ditemukan dalam berbagai kasus.
Baca Juga:
Dua Bulan Terakhir, Tiga Tahanan Tewas di Sel Polisi
"Beberapa di antaranya misalnya kasus penyiksaan hingga mengakibatkan meninggalnya Alm Hermanto di Lubuklinggau, dan kasus Alm Henry Bakari di Batam," ujarnya.
Dalam perkara ini, LBH Marimoi dan KontraS menyoroti proses hukum yang terkesan lamban sejak laporan dibuat pada Selasa (27/9).
"Hingga saat ini kami belum melihat perkembangan yang signifikan atas tindak lanjut dari laporan pidana tersebut," katanya.