Tohom juga mengingatkan bahwa pertumbuhan penggunaan listrik dari tenaga nuklir secara global harus diimbangi dengan kebijakan pengelolaan limbah yang ketat.
Data dari International Energy Agency (IEA) menunjukkan bahwa pada 2025, listrik tenaga nuklir akan mencapai 2.900 terawatt-jam, menyumbang 10% dari kebutuhan listrik dunia.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran: Sampah Menuju Energi Bersih dan Lingkungan Sehat
Hal ini menunjukkan bahwa nuklir menjadi salah satu sumber energi utama di masa depan.
“Kita melihat negara-negara besar seperti China, Amerika Serikat, dan Prancis sudah agresif mengembangkan PLTN. Namun, mereka juga memiliki strategi yang jelas dalam mengelola limbahnya. Indonesia harus memiliki pendekatan yang serupa agar pembangunan PLTN tidak menjadi ancaman bagi masyarakat,” lanjutnya.
Tohom, yang juga menjabat sebagai Ketua Pengacara Persatuan Marga Purba Se-Jabodetabek, menilai bahwa pemerintah harus bersikap transparan dan melibatkan publik dalam perencanaan fasilitas limbah nuklir.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Imbau Konsumen Listrik Waspada, Pastikan Teknisi PLN Tunjukkan Surat Tugas dan Kartu Pengenal
Menurutnya, aspek hukum dan perlindungan konsumen harus diperhatikan, mengingat risiko yang ditimbulkan dari limbah nuklir sangat besar jika tidak dikelola dengan baik.
“Jangan sampai kebijakan ini hanya diputuskan di level elit tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat. Harus ada kajian menyeluruh, sosialisasi, dan keterlibatan publik agar masyarakat memahami risiko dan manfaat dari energi nuklir ini,” ujarnya.
Masa Depan Energi Indonesia