Selain itu, Lino disebut jaksa juga memberikan perlakuan khusus terhadap HDHM dengan membiarkan perusahaan itu melakukan survei di tiga pelabuhan.
"Terdakwa memerintahkan perubahan surat direksi tentang kebutuhan pokok dan tata cara pengadaan barang dan melakukan penunjukan HDHM. Padahal, menurut AD/ART PT Pelindo II mengatur setiap keputusan direksi harus sesuai rapat direksi dan dituang di rapat direksi," terang jaksa.
Baca Juga:
Kenang Ryanto Ulil, Brigjen TNI Elphis Rudy: Saya yang Antar Dia Jadi Polisi, Kini Antar ke Peristirahatan Terakhir
"PT Pelindo II melakukan pembayaran kepada HDHM meskipun HDHM belum melakukan seluruh kewajibannya. Hal ini dapat ditarik kesimpulan sebenarnya HDHM tidak memiliki kemampuan QCC twin lift 61 ton sebagaimana penawaran HDHM," tambah jaksa.
Perbuatan Lino tersebut dinilai telah merugikan keuangan negara hingga US$1,99 juta atau sekitar Rp28 miliar (kurs Rp14.370) dalam kasus pengadaan tiga unit QCC.
Angka itu didapat dari hasil perhitungan Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis KPK.
Baca Juga:
OTT di Bengkulu, KPK Amankan 8 Pejabat dan Sita Sejumlah Uang Tunai
Menurut jaksa, pengadaan tiga unit crane dilakukan oleh Lino dan Ferialdy Norlan selalu Direktur Operasi dan Teknik PT Pelindo II.
Lino terbukti melanggar Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. [non]