WahanaNews-Malut | Komisi VII DPR RI mendorong PT PLN (Persero) untuk melakukan renegosiasi kontrak dengan pengembang listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP).
Langkah ini dilakukan lantaran konsumsi listrik yang ada sekarang lebih sedikit ketimbang suplai listriknya.
Baca Juga:
Kementerian PU dan Komisi V DPR RI Tinjau Lokasi Kecelakaan di Ruas Tol Cipularang KM 92
Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto meminta agar PT PLN dapat merevisi ulang kembali jadwal operasi beberapa pembangkit listrik yang akan beroperasi dalam waktu dekat. Mengingat perusahaan setrum saat ini tengah kelebihan pasokan listrik.
Hal ini penting dilakukan, lantaran PLN terikat kontrak dengan sistem take or pay (TOP). Artinya digunakan atau tidak digunakan listrik dari swasta, PLN mempunyai kewajiban untuk menyerap listrik tersebut.
"Kalau ada TOP PLN harus bayar lebih Rp 18 triliun kalau demand tidak naik kan jadi beban PLN. Nah komisi VII mendorong reschedule. Beberapa waktu lalu kita berhasil mendorong PLN bernegosiasi dengan IPP," katanya, Senin (23/5/2022).
Baca Juga:
Menteri Nusron Paparkan Program 100 Hari Kerja di Raker Bersama Komisi II DPR
Demikian juga dengan beberapa pembangkit yang sudah beroperasi, ia mendorong agar PLN dapat merenegosiasikan mengenai skema TOP nya. Apalagi, PLN ke depan juga dibayangi program pembangkit listrik 35 ribu MW,
Untuk diketahui, PT PLN (Persero) mencatat, sampai pada April 2022 ini penjualan listrik mengalami peningkatan hingga 8,62% atau dengan konsumsi mencapai 88.803 Giga Watt hour (GWH) dibanding periode yang sama tahun lalu mencapai 81.756 GWh.
Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN Diah Ayu Permatasari mengatakan bahwa, lonjakan penjualan listrik ini lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2022 yaitu sebesar 5,01% secara year on year (yoy).