WahanaNews Malut | Atlet sepatu roda putri DKI Jakarta, Naura Rahmadija Hartanti, mengumpulkan lima medali emas dan menjadi atlet pertama DKI Jakarta yang mengoleksi medali emas terbanyak di PON XX Papua.
Sementara Dhinda Salsabila, atlet sepatu roda kontingen Papua, mempersembahkan satu emas, satu perak, dan satu perunggu bagi kontingennya.
Baca Juga:
Lima Pimpinan Baru KPK Ditetapkan, Setyo Budiyanto Jadi Ketua
Bisa diduga, miliaran rupiah semestinya bakal didapat Naura dan Dhinda usai gelaran PON XX Papua.
Kedua atlet sepatu roda itu merupakan bagian dari ratusan atlet peraih medali di PON XX Papua.
Ajang multievent ini mempertandingkan 37 cabang olahraga yang bakal memperebutkan 681 medali emas, 681 medali perak, dan 877 medali perunggu.
Baca Juga:
Penjualan Anjlok, Pizza Hut Indonesia Tutup 20 Gerai dan Pangkas 371 Karyawan
Di ajang PON itu, bonus atlet peraih satu keping medali emas bisa diganjar ratusan juta rupiah, bahkan tuan rumah Papua menjanjikan hingga satu miliar rupiah bagi atlet peraih emas daerahnya.
Atlet yang berlaga di lebih dari satu nomor pertandingan seperti renang, atletik, sepatu roda, dan menembak berpeluang besar mendulang banyak medali.
Di PON XX, renang merupakan cabang olahraga dengan jumlah medali emas terbanyak yakni 59 medali.
Berikutnya atletik memperebutkan 40 medali emas, menembak 38 medali, dan sepatu roda 24 medali.
Patokan bonus berdasarkan keping medali yang diraih atlet membawa berkah tersendiri bagi atlet yang bisa berlaga lebih dari satu nomor pertandingan.
Mereka berpeluang mendulang banyak medali dan memecahkan rekor yang tentunya bakal diganjar ratusan juta rupiah oleh daerahnya sebagai penghargaan karena mengharumkan nama daerah yang diwakilinya.
Atlet-atlet yang bertanding di cabang atletik dan cabang renang sering menjadi bintang lapangan berkat prestasinya meraih lebih dari satu medali.
Tak hanya itu, di cabang itu pula banyak terjadi pemecahan rekor baik rekor PON maupun nasional, bahkan ada juga atlet yang sukses memecahkan rekor SEA Games atau Asian Games.
Tak heran bila atlet-atlet di cabang tersebut yang paling besar mendapat bonus uang dibandingkan atlet cabang lainnya.
Dalam sejarah penyelenggaraan PON, sejumlah atlet mendulang banyak medali dan memecahkan rekor PON dari kedua cabang tersebut.
Nama-nama Naniek Juliati, Elfira Rosa Nasution, Catherine Surya, Ressa Kania Dewi, Richard Sam Bera, Wisnu Wadhana dan Triadi Fauzi Sidik merupakan sebagian atlet renang yang menjadi bintang lapangan di ajang PON yang diikutinya.
Sementara di cabang atletik, ada pelari Mardi Lestari, Eduardus Nabunome, dan Triyaningsih.
Dari cabang olahraga lainnya, ada Ryan Lalisang dari boling, Eko Yuli Irawan dan Sri Wahyuni dari angkat besi.
Berkat prestasinya di PON itu, mereka mendapat bonus uang lebih besar dibandingkan peraih medali lainnya.
Cabang Renang
Naniek Juliati, atlet asal Surabaya, Jawa Timur, menjadi primadona di PON IX 1977 yang digelar di Senayan, Jakarta.
Dari 12 nomor pertandingan di cabang renang yang diikutinya, ia berhasil meraih 11 medali emas dan 1 medali perak.
Ia juga memecahkan 9 rekor nasional.
Di ajang PON IX/1977, Pemda Jatim memberikan uang Rp 100 ribu bagi pemecah rekor nasional, sementara medali emas Rp 50 ribu, perak Rp 30 ribu, dan perunggu Rp 20 ribu.
Mengacu pada hal itu, Naniek setidaknya mendapat bonus uang sebesar Rp 1,48 juta berkat prestasinya di cabang renang dengan perolehan 11 medali emas, 1 perak, ditambah bonus memecahkan 9 rekor nasional.
Selang 12 tahun kemudian, Elfira Rosa Nasution yang mewakili Jambi menguasai cabang renang PON XII/1989 di Senayan, Jakarta.
Ia meraih 8 medali emas, 2 perak, dan 3 perunggu.
Ia lantas diganjar bonus uang Rp 29,25 juta dari Gubernur Jambi.
Pada saat itu, uang yang diterima Elfira merupakan bonus terbesar yang diterima atlet peserta PON XII dari seluruh Indonesia.
Empat tahun berselang, perenang Jawa Barat, Chaterine Surya, tampil sebagai bintang renang PON XIII/1993 dengan meraih 7 medali emas dan 2 perak, sekaligus memecahkan lima rekor nasional di nomor gaya bebas.
Ia lantas diganjar bonus uang Rp 79 juta dari Pemerintah Jabar.
Namun, dalam perkembangannya, bonus itu terpaksa dikembalikan setelah medalinya dicabut oleh KONI Pusat karena dinilai menggunakan doping.
Meski demikian, tiga tahun kemudian di PON XIV/1996, Chaterine Surya meraih lima medali emas dan dinobatkan sebagai perenang terbaik di arena PON 1996.
Berselang 23 tahun kemudian, Ressa Kania Dewi dari Jatim memperoleh 11 medali, yaitu 7 emas, 2 perak, dan 2 medali perunggu di arena PON XIX/2016.
Ia memecahkan 2 rekor nasional dan 3 rekor PON.
Prestasinya itu membuatnya meraih bonus atlet terbesar dengan mendapatkan Rp 1,9 miliar dari Pemprov Jatim.
Di kelompok putra, perenang Richard Sam Bera dari DKI Jakarta juga merajai cabang renang di PON 1989.
Ia merebut 11 medali emas dan 1 perak, serta memecahkan 1 rekor nasional dan 9 rekor PON.
Prestasinya itu mencatatkan rekor tersendiri dalam cabang renang di PON selama 40 tahun terakhir.
Pemda DKI Jakarta di PON 1989 mengganjar peraih medali emas Rp 750 ribu, medali perak Rp 500 ribu, dan perunggu Rp 300 ribu.
Berdasarkan hal itu, Richard setidaknya menerima Rp 8 juta sebagai apresiasi DKI Jakarta pada atletnya.
Empat tahun kemudian, Wisnu Wardhana dari DKI Jakarta tampil sebagai peraih medali terbanyak putra di cabang renang, yakni 6 emas di PON XIII/1993, setelah Richard Sam Bera dilarang berlaga di PON tersebut.
Wisnu diganjar sedikitnya Rp 60 juta dari Pemprov DKI yang di PON tersebut menghargai sekeping emas dengan Rp 10 juta.
Berselang 23 tahun kemudian, Triadi Fauzi Sidik, atlet renang Jabar, mengemas 8 medali emas, 1 perak, dan 1 perunggu pada ajang PON XIX/2016.
Ia juga mendulang 7 medali emas di PON Riau pada sejumlah nomor yang diikuti.
Pemprov Jabar mengganjar peraih medali di PON XIX dengan Rp 275 juta per keping medali emas.
Usai gelaran PON XIX/2016, Triadi mengantongi bonus Rp 2,045 miliar dan tercatat sebagai bonus terbesar yang diraih atlet PON 2016.
Sebelumnya, pada PON XVIII/2012 Riau, ia juga menggondol 7 medali emas dan diganjar sedikitnya Rp 1,4 miliar.
Cabang Atletik
Nama pelari Mardi Lestari dari Sumatera Utara menjulang di lintasan atletik pada PON XII/1989.
Dalam babak final lari 100 meter putra, ia berhasil mencatatkan waktu 10,20 detik, yang memecahkan rekor Asia sekaligus rekor nasional dan rekor PON pada PON Jakarta 1989.
Selain itu, Mardi juga menyumbangkan dua medali emas bagi Sumut di nomor 200 meter dan 100 meter Putra.
Berkat prestasinya, ia diganjar banyak hadiah baik dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah Sumatera Utara.
Dari pemerintah pusat, melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga, Mardi diganjar uang Rp 500 ribu dan medali penghargaan, sementara dari Pemerintah Provinsi Sumut, ia mendapat promosi sebagai karyawan Bank Pembangunan Daerah Sumut.
Sementara Eduardus Nabunome dari NTT yang terbaik di nomor 10.000 meter, maraton, dan 5.000 meter, menyumbangkan 3 medali emas bagi NTT di PON 1993 dan PON 1996.
Dia pun berhasil memecahkan rekornas dan SEA Games.
Sebelumnya ia juga merebut emas di tiga nomor jarak jauh, yang sudah dia buat di PON XI dan PON XII.
Eduard dihadiahi paling tidak bonus Rp 10 juta untuk sekeping medali emas dari Pemprov NTT.
Di kelompok putri, ada Rini Budiarti yang mempersembahkan 4 medali emas bagi DKI Jakarta di ajang PON XIX/2016 yang diselenggarakan di Jabar.
Rini merebut medali emas di nomor 1.500 meter, nomor 800 meter, nomor 3000 meter halang rintang, dan 5.000 meter putri.
Prestasinya itu mendapat ganjaran tak kurang dari Rp 800 juta dari Pemprov DKI Jakarta.
Di PON sebelumnya, Rini juga memborong 3 emas dari tiga nomor, yakni 800 meter, 3.000 meter halang rintang, dan 1.500 meter serta memecahkan rekor PON, dan mendapatkan bonus sedikitnya Rp 600 juta.
Atlet putri lainnya yakni pelari jarak jauh Triyaningsih dari Jawa Tengah.
Ia meraih medali emas di nomor lari 10.000 meter putri selama tiga kali berturut-turut, yakni PON 2004, 2008 dan 2012.
Di PON XVIII/2008 yang digelar di Kaltim, ia menyumbang dua medali emas di nomor 5.000 meter dan nomor 10.000 meter.
Di PON XVIII/2008, bonus yang dia dapat kala itu dari Pemprov Jateng setidaknya Rp 300 juta.
Di PON tersebut Jateng mengganjar bonus untuk per keping medali emas dengan uang Rp 150 juta.
Di PON XX Papua, Triyaningsih yang kini pindah ke DKI Jakarta bakal menerima bonus ratusan juta rupiah dari Pemprov DKI Jakarta berkat medali perak dan perunggu yang didapat di nomor lari 5.000 meter dan 10.000 putri.
Ia masih berpeluang menambah medali di nomor pertandingan lainnya yang diikutinya.
Cabang Lainnya
Di luar cabang atletik dan renang, ada nama peboling Ryan Lalisang dari DKI Jakarta yang memperoleh gelar The Perfect Games.
Ryan merebut 5 medali emas dari lima nomor putra di PON XVIII/2012.
Ryan Lalisang yang meraih 5 medali emas di cabang boling mendapat uang Rp 1 miliar dari Pemda DKI Jakarta.
Di cabang angkat besi, lifter Jawa Barat, Sri Wahyuni, merebut emas sekaligus mencatat rekor baru PON dan rekor nasional di kelas 48 kg putri PON XIX.
Ia lantas diganjar bonus Rp 275 juta dari Pemprov Jabar.
Sebelumnya ia juga diberi bonus Rp 100 juta oleh Pemprov Jabar dan Rp 2 miliar dari negara berkat prestasinya meraih medali perak Olimpiade Brasil 2016.
Di ajang PON sebelumnya, ia juga meraih medali emas di kelas 48 kg.
Kemudian, lifter Eko Yuli Irawan dari Jatim membuat catatan baru di PON.
Ia tiga kali berturut-turut meraih medali emas, yakni di PON XVIII Riau, PON XIX Jabar, dan terakhir di PON XX Papua.
Ia juga memecahkan dua rekor nasional di kelas 62 kilogram.
Di PON XIX/2016 Jabar ia diganjar bonus Rp 250 juta oleh Pemprov Jatim, beberapa bulan sebelumnya, ia juga diganjar Rp 2 miliar oleh negara dan Rp 500 juta dari Pemprov Jatim berkat medali perak Olimpiade di cabang angkat besi.
Hadiah ratusan juta rupiah yang didapat atlet berprestasi memang membantu mereka saat tak lagi pada masa keemasannya.
Namun, yang paling penting, pencapaian di PON itu bisa menjadi awal dari perjalanan panjang ke puncak yang lebih tinggi lagi yakni di tingkat Asia maupun di tingkat dunia.
Pada level itulah yang seharusnya kerja seorang atlet bukan hanya sebatas bonus dan sentimen kedaerahan.
Tak hanya mengharumkan nama daerahnya tapi juga mengharumkan nama bangsa. [non]