WahanaNews-Malut | Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membenarkan rencana untuk menyiapkan PT Pelita Air Service (PAS) sebagai maskapai berjadwal nasional menggantikan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA).
Wakil Menteri BUMN II, Kartiko Wirjoatmodjo, menjelaskan, rencana tersebut telah disiapkan untuk mengantisipasi apabila restrukturisasi dan negosiasi yang sedang dijalani oleh Garuda tak berjalan mulus.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Tiko, sapaan akrabnya, menjelaskan, kondisi arus kas dan operasi harian maskapai pelat merah tersebut sangat minim.
Menurutnya, jadwal dan frekuensi penerbangan emiten berkode saham GIAA tersebut sangat bergantung terhadap kebijakan pembatasan pergerakan masyarakat.
Dengan demikian, kondisi Garuda pun semakin rentan dengan arus kas yang kian tipis dari sisi arus kas apabila timbul kebijakan pengetatan pergerakan kembali ke depannya.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
"Benar [Pelita dipersiapkan menjadi pengganti Garuda] karena kalau recovery penumpang udara meningkat, akan terjadi shortage serius jumlah pesawat di Indonesia. Ini karena banyak sekali pesawat yang di-grounded oleh lessor,” ujarnya kepada wartawan, Rabu (20/10/2021).
Sebelumnya, Tiko juga menjelaskan progres negosiasi dan restrukturisasi utang GIAA dilakukan dengan seluruh lender, lessor pesawat, hingga pemegang sukuk global.
Negosiasi moratorium utang dan restrukturisasi kredit dilakukan tiga konsultan yang ditunjuk Kementerian Negara BUMN.
Meskipun demikian, negosiasi dengan kreditur dan lessor masih alot dan membutuhkan waktu yang panjang.
Salah satu alasannya, pesawat yang digunakan Garuda dimiliki puluhan lessor.
“Kalau mentok ya kita tutup, tidak mungkin kita berikan penyertaan modal negara karena nilai utangnya terlalu besar,” katanya.
Tiko menilai, opsi penutupan Garuda tetap terbuka meski berstatus sebagai maskapai flag carrier.
Alasannya, saat ini sudah lazim sebuah negara tidak memiliki maskapai yang melayani penerbangan internasional.
Dia pun beralasan, meskipun Garuda bisa diselamatkan, nyaris mustahil Garuda bisa melayani lagi penerbangan jarak jauh, misalnya ke Eropa.
Oleh karena itu, untuk melayani penerbangan internasional, maskapai asing akan digandeng sebagai partner maskapai domestik.
Misalnya, London-Denpasar dilayani maskapai asing untuk rute London-Jakarta, sedangkan Jakarta-Denpasar dilayani maskapai domestik.
Tiko menyebut, satu maskapai telah tertarik untuk menjadi partner maskapai internasional dengan kompensasi penerbangan umrah dan haji.
Untuk mengantisipasi jika opsi penutupan Garuda dilakukan, Kementerian BUMN telah menyiapkan transformasi maskapai Pelita Air dari air charter menjadi maskapai full service domestik.
Dalam hal ini, Pelita disiapkan menggantikan Garuda karena seluruh sahamnya juga dimiliki oleh BUMN juga, yakni PT Pertamina (Persero).
Jika restrukturisasi utang Garuda ternyata berhasil, Pelita Air tetap bakal dioperasikan sebagai maskapai full service domestik.
Tiko mengungkapkan, masalah utama Garuda adalah biaya leasing yang melebihi kewajaran dan jenis pesawat yang digunakan terlalu banyak.
Antara lain Boeing 737, Boeing 777, Airbus A320, Airbus A330, ATR, dan Bombardier.
Hal tersebut mengakibatkan inefisiensi dalam perawatan, manajemen operasional penerbangan, hingga pelatihan kru kabin.
“Intinya, inefisiensi dan banyak rute yang dipaksakan untuk diterbangi meski tidak profitable,” katanya.[non]