Malut.WahanaNews.co | Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Unkhair Maluku Utara, Nurdin I Muhammad. Kembali meluruskan Klaim Halmahera Selatan terpuruk dalam anggapan Dr Mokhtar Adam.
Menurutnya, Setiap daerah memiliki problematika pembangunan sosial ekonomi yang relatif kompleks, karena memiliki perbedaan-perbedaan geografis atau rentang kendali (Size of Population), keterbatasan fiskal dalam aspek kelembagaan, serta kebijakan pemerintah pusat yang berubah-ubah yang berdampak pada aspek perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah.
Baca Juga:
Selidiki Kecelakaan Speedboat Maut Cagub Malut, 9 Orang Saksi Diperiksa
“Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tentunya diharapkan lebih inklusif, berdampak pada penurunan angka kemiskinan dan tingkat pengangguran itu sangat diharapkan dan dapat dicapai oleh semua daerah,” Ujar Nurdin I Muhammad kepada wartawan, Kamis (3/3/2022).
Lenih lanjut Dosen Ekonomi dan Bisnis di Universitas Unkhair itu mengatakan, Jika kita mengacu pada publikasi statistik yang ada, secara makro aspek pencapaian pertumbuhan ekonomi di Halsel sangat menjanjikan, maka angka pertumbuhan ekonomi Halsel mencapai dua digit (16,22%) dan secara rata-rata tertinggi kedua setelah Halteng (26,34).
“Dari sisi Produksi di Halsel share (kontribusi) Sektor industri pengolahan (33,79%) masih dominan diikuti sektor industri pertanian (20,24 %) dan sektor pertambangan (13,42), karena keberadaan industri pengolahan atau pertambangan terhadap perekonomian Sektoral terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya, secara regional dalam artian multiplier effect terhadap kab/kota lain di Maluku Utara,”Akuinya.
Baca Juga:
Heboh Pasangan Pria-Waria Menikah di Halmahera Selatan, Begini Ceritanya
Hal ini jika disandingkan dengan pendekan Input-Output (IO) atau Inter Regional Input-Output (IRIO). Sebab secara data aggregatif dalam tiga tahun terakhir jumlah penduduk miskin di Halmahera Selatan masih lebih rendah (5,21) dari rata-rata Provinsi Malut yang mencapai 6,73,
“Kabupaten tertinggi masih didominasi Haltim (15,45%) dan Halteng (13,566%), demikian pula dari sisi Indeks kedalam maupun Keparahan kemiskinan. Tingkat pengganggura Terbuka (TPT) Halsel 4,40 masih dibawah rata-rata Malut yang mencapai (5,15) data BPS tahun 2021. Demikian halnya IPM, Halsel sebagaimana kabupaten lain masih berada pada posisi kategori sedang diatas 60,” Pungkasnya.
Dengan demikian, klaim Halsel sebagai daerah terpuruk oleh Pak Mukhtar Adam, menurut saya, tidak menemukan landasan pijak yang akurat (Prematur). Kedepan yang diperlukan adalah kebijakan-kebijakan ekonomi daerah yang berdampak pada peningkatan pendapatan per kapita masyarakat utamanya fokus pada sektor basis pertanian dan perikanan,
“Karena paengembangan sentra produksi kecamatan sehingga bisa mendongkrak kesejahteraan petani. NTP yang naik menggambarkan kesejahteraan petani makin meningkat,”Jelas Nurdin.
Nurdin pun meluruskan anggapan yang berkembang dari pak Mokhtar Adam Halsel terpuruk terlalu berlebihan, mestinya sandaran riset yang lebih akademik bisa dijadikan argumen dasar untuk menilai pencapaian pembangunan di Halsel. Ada fenomena seperti yang dikemukakan, ada baiknya lewat kajian/riset yang dapat dipertanggungjawabkan, tidak dengan opini yang abai pendekatan akademik,
“Rasanya terlalu dini berkesimpulan dengan hanya melihat 1 tahun usia kepemimpinan, secara objektif kita mesti memberi kesempatan kepada pemerintah Halsel saat ini untuk bekerja, membenahi kebijakan dan program yang mereka lakukan untuk percepatan pembangunan daerahnya,” Tukasnya.[gab]