Malut.WahanaNews.co | Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam minta Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa ke Komnas dulu HAM sebelum ke Papua. Menurutnya, pendekatan baru dalam menangani Papua bisa lebih maksimal jika dibahas bersama Komnas HAM.
Pasalnya, penting untuk melihat catatan Komnas HAM terkait berbagai pelanggaran HAM yang banyak terjadi di Papua.
Baca Juga:
Kasus Kematian Vina-Eki Cirebon: Komnas HAM Rekomendasi Polri Evaluasi Polda Jabar-Polres
"Alangkah lebih baiknya dan maksimalnya kalau seandainya juga bisa ketemu sama Komnas HAM sebelum menyampaikan ke sana [Papua]," kata Anam setelah acara Evaluasi Kinerja Pengaduan dan Penanganan Kasus Komnas HAM, Jumat (26/11).
Anam berpandangan bahwa banyak persoalan di Papua yang mesti diketahui Andika sebelum menyampaikan pendekatan barunya. Tidak hanya pelanggaran HAM, tetapi juga terkait dengan tata kelola konflik yang selama ini digunakan militer.
Menurut Anam, terdapat berbagai perspektif selain militer yang mungkin belum diketahui oleh Andika.
Baca Juga:
Pemantauan Kasus Vina dan Eki Dirampungkan Komnas HAM
"Siapa tahu ada sesuatu yang baik yang bisa juga digunakan oleh teman-teman tentara untuk teman-teman militer yang disebut sebagai pendekatan baru," tutur Anam.
Hal lain yang disoroti oleh Anam adalah pentingnya menghindari stigma dan kecurigaan terhadap warga Papua.
"Minimal kayak tadi, hindari stigma, hindari kecurigaan. Mungkin klise tapi fakta kasusnya banyak," ungkap Anam.
Sebelumnya, Andika menyatakan pengumuman pola pendekatan baru dalam menangani sejumlah konflik di Papua akan diumumkan pekan depan. Andika menyebut pengumuman itu pun akan langsung ia umumkan di Papua.
Andika menegaskan militer akan melakukan pendekatan berbeda untuk menangani kelompok bersenjata di Papua, sebagaimana yang menjadi perhatian utamanya saat fit proper test menjadi Panglima TNI beberapa waktu lalu.
Komnas HAM soal Kasus HAM Berat
Sementara itu terkait kasus HAM berat, Komnas HAM menilai proses penyidikan kasus pelanggaran HAM berat yang telah lama mandek di Kejaksaan Agung (Kejagung) baru tahap wacana.
Pasalnya, sampai saat ini, Kejagung belum mengumumkan pembentukan tim penyidikan. Padahal, jika mengacu pada prosedur, langkah tersebut harus lebih dulu dilakukan.
"Artinya baru wacana aja itu. Penyidikan kalau yang dimaksud di Undang-Undang, diumumkan dulu tim penyidiknya. Sampai hari ini kita tunggu aja diumumkan itu," kata Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Amiruddin, Jumat (26/11).
Selain itu, kata Amiruddin, Kejagung juga harus mengumumkan kasus pelanggaran HAM berat mana yang akan masuk ke penyidikan. Sebab, ada 12 pelanggaran HAM berat yang belum diproses di Kejagung.
Berdasarkan laporan Kejagung sebelumnya, ia menyebut kasus pelanggaran HAM berat yang akan diproses hanya yang terjadi di atas tahun 2000. Ada empat kasus pelanggaran HAM yang bisa masuk ke penyidikan.
Pertama, kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Aceh, yakni peristiwa Jambu Kepok di Aceh Selatan akhir 2002. Kedua, Peristiwa yang terjadi di Wasior, Papua (sekarang masuk Papua Barat) tahun 2002 . Ketiga kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Wamena, Papua pada tahun 2003. Terakhir, peristiwa Pinai terjadi di Papua pada 2014.
"Dari empat peristiwa itu mana yang disidik kita belum dapat info resminya," ujarnya.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam juga mengatakan belum menerima surat atau kabar pemberitahuan langsung dari Kejagung.
"Belum [ada kabar dan pemberitahuan langsung dari Kejagung soal penyidikan HAM berat], semoga segera ada kasus yang ke penyidikan," kata Anam, Jumat (26/11). [gab]